Versi cetak

Rabu, 30 April 2003 01.41

Karunia Keselamatan #1

— Antara Iman dan Perbuatan #1

Faith Hope Charity Love
Faith Hope Charity Love
catholicshopper.com

1. Karunia Keselamatan

Martin Luther menurunkan doktrin bahwa keselamatan adalah semata-mata kasih karunia Allah secara cuma-cuma. Sola gratia.

Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.
— Roma 3:23-24

Tidak ada persoalan dengan pernyataan tersebut. Bahkan sangat masuk akal. Berdasarkan konsep awal bahwa keselamatan kekal (sorga) adalah rumah Tuhan, maka sangat masuk akal jika Tuhan sebagai tuan rumah memiliki hak penuh untuk memilih orang-orang yang layak hadir di rumahNya.

Jika kita menggunakan doktrin predestinasi TULIP dari John Calvin yang menyatakan bahwa Tuhan sudah menentukan siapa manusia yang akan selamat (masuk surga) bahkan sebelum dunia ini diciptakan, maka diskusi kita berakhir sampai di sini.

TULIP adalah doktrin mengenai takdir yang disosialisasikan oleh sekelompok pengikut aliran calvinisme, yang merupakan singkatan dari:

  • [T]otal depravity = kerusakan total
  • [U]nconditional election = pemilihan tak bersyarat
  • [L]imited atonement = penebusan terbatas
  • [I]rresistible grace = anugerah yang tidak dapat ditolak
  • [P]erseverance of the saints = ketekunan orang-orang kudus

Dengan takdir keselamatan yang tidak terbatalkan itu, tidak ada gunanya membicarakan tujuan penyelamatan yang dilakukan oleh Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. Bahkan sama sekali tidak ada gunanya membicarakan kekristenan dan segala aspek-aspeknya.

2. Iman yang Menyelamatkan

Luther pun mengintroduksikan doktrin yang menyatakan bahwa hanya iman sajalah yang dapat menyelamatkan, sedangkan perbuatan tidak menyelamatkan. Sola fide.

Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.
— Roma 3:27-28

Penekanan pada iman sebagai satu-satunya sumber keselamatan mengakibatkan kita kerap lupa bahwa kita hidup di dunia dengan berbagai dinamika kehidupan sosialnya. Dunia menjadi tidak penting, bahkan seringkali dianggap sebagai sumber dosa. Kita mengalienasi diri dari kehidupan nyata.

Kita beranggapan bahwa iman adalah sesuatu yang sudah final dan independen sehingga tidak memerlukan dukungan apa-apa lagi. Padahal, Yesus mengatakan bahwa dengan iman sebesar biji sesawi saja kita sudah bisa memindahkan gunung (bdk. Matius 17:20).

Siapakah orang yang pernah memindahkan gunung hanya dengan menggunakan iman dan percayanya? Hanya legenda Sangkuriang saja yang kita tahu.

Maka, timbul pertanyaan dalam diri kita: "Iman macam apakah yang sesungguhnya dapat menyelamatkan? Apakah ritual dan segala aktivitas bernuansa keimanan yang kita lakukan sudah mampu menjadi jaminan?"

Surat Yakobus [yang tidak disukai oleh Luther] menyatakan:

Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? [...] Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? [...] Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. [...] Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.
— Yakobus 2:14, 20, 22, 24, 26

Oleh sebab itu, sangatlah tidak bijaksana jika kita mengutamakan bagian yang satu dan mengabaikan bagian yang lain dari Alkitab, seperti dikatakan oleh Paulus tentang banyak anggota dalam satu tubuh yang tidak bisa saling mengabaikan (1Korintus 12:14-21). Kita perlu mencari benang merah dari berbagai ayat yang "kelihatannya" saling bertentangan.

3. Amandemen Hukum Taurat

Ketika membaca Roma 3:27-28, kita sering berhenti pada pernyataan bahwa perbuatan tidak akan menyelamatkan. Keterbatasan eksplorasi konsep keselamatan yang berbasiskan iman semata kerap menjadikan kita terpaku pada upaya-upaya mempertahankan iman melalui kegiatan pemahaman Alkitab, pendalaman iman, kebangunan rohani, persekutuan doa, praise & worship, dan berbagai aktivitas yang kental dengan nuansa ritual religius.

Aktivitas-aktivitas lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan kekristenan menjadi sekunder dan bersifat voluntarisme belaka. Tritugas gereja —marturia, kononia, diakonia— lebih banyak ditujukan secara terbatas pada sesama Kristen atau "calon" Kristen.

Yang terpenting adalah iman kita kepada Kristus dan kekristenan. Titik habis.

Timbullah keraguan dalam diri kita, apakah Paulus berbeda pemahaman dengan Yakobus dalam soal keselamatan?

Jika kita mengamati secara cermat, maka Roma 3:27-28 jelas-jelas menerakan bahwa manusia tidak akan selamat hanya karena melakukan Hukum Taurat! Inilah bagian yang sering [sengaja?] kita lupakan.

Hukum Taurat adalah petunjuk tindakan pasif yang menekankan pada keharusan dan larangan. (Ingat konsep totem & taboo pada agama-agama primitif yang sudah saya singgung dalam artikel Keselamatan Bagi Umat Manusia #1: Menggagas Demitologisasi Eksklusivitas Keselamatan.)

Sebelum persoalan menjadi semakin pelik ketika pernyataan Paulus itu kita konfrontasikan dengan pernyataan Yesus tentang keabsahan hukum Taurat hingga ke titik terkecilnya sehingga tidak bisa dibuang dan dinyatakan tidak berlaku (bdk. Lukas 16:17), kita baca dahulu pernyataan Yesus:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
— Matius 5:17-18

Jadi, Yesus datang untuk menggenapinya. Hal ini pun ditegaskan oleh Paulus dalam Roma 10:4. Perjanjian antara Tuhan dan manusia yang dimeteraikan dalam Hukum Taurat telah dipenuhi oleh Yesus sehingga manusia dibebaskan dari kepasifannya dan berubah menjadi proaktif.

Dan kemudian Yesus mengartikulasikan esensi Hukum Taurat ke dalam 2 pokok Hukum Kasih yang dinamis dengan perspektif yang jauh lebih luas:

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
— Matius 22:37-40

Dengan demikian, kita perlu memahami bahwa perbuatan yang tidak menyelamatkan adalah perbuatan yang hanya dilandaskan pada keharusan dan larangan yang tertera dalam Hukum Taurat, karena kita sudah memiliki hukum baru yang lebih sempurna, sebagaimana amandemen yang menyempurnakan konstitusi.

Maka, sangat tepatlah Yakobus ketika menyatakan bahwa perbuatan akan menyempurnakan iman.

4. Perbuatan yang Menyempurnakan

Lantas, perbuatan macam apakah yang dapat menyelamatkan dan menyempurnakan iman kita dalam Kristus?

Yesus menyatakan bahwa "segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku, segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku" dengan memberikan contoh orang yang lapar, haus, memerlukan tumpangan, sakit, dipenjara (bdk. Matius 25:40, 45).

Sayangnya, kita kerap membatasi pelayanan kemanusiaan kita terhadap contoh yang diberikan oleh Yesus di atas. Kita menyumbangkan makanan, pakaian, melawat orang sakit dan narapidana. Padahal problematika kemanusiaan tidaklah sebatas itu saja.

Dan Paulus menjelaskan dalam surat-surat pastoralnya:

Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.
— Roma 13:10

"Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.
— 1 Korintus 13:2,13

Dengan demikian, genap pulalah nas yang menyatakan bahwa keselamatan itu adalah sebuah proses kemitraan Tuhan dengan manusia yang membutuhkan perjuangan:

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.
— Filipi 2:12-13

— Rabu, 30 April 2003 01:41

From: Riris Siahaan
To: hkbp@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, 29 April 2003 09:45
Subject: RE: [hkbp] Keselamatan Bagi Umat Manusia: Menggagas Demitologisasi Eksklusivitas Keselamatan

Dalam Ef 2:8-10, jelas dikatakan bahwa manusia tdk dpt menyelamatkan diri dg segala daya upaya sendiri atau dg berbuat baik.

Ay.8 : Sebab krn kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tt pemberian Allah
Ay.9 : itu bukan hasil pekerjaanmu: jgn ada orang yg memegahkan diri.
Ay.10 : Krn kita ini buatan Allah, diciptakan dlm Kristus Yesus utk melakukan perbuatan baik, yg dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, spy kita hdp di dlmnya.

Mengenai tafsiran perumpaan Tuhan Yesus ttg "Orang Samaria yg Murah Hati" Luk 10:25-37, saya punya pandangan yg berbeda.

Coba lihat ay.29 "Dan siapakah sesamaku manusia?"
Kalimat ini hendaklah jgn diartikan scr pasif, ttp dipahami scr aktif. Sehingga menjadi "Apakah saya sdh membawakan diri saya kepada sesama manusia?"
Dg kata lain, Yesus tdk memberi keterangan ttg siapa yg hrs ditolong oleh seseorang, sb gagalnya org memenuhi perintah itu bukanlah timbul dr tdk adanya keterangan, tp dr tdk adanya cinta kasih (lihat jawaban ahli Taurat ktk ditanya Yesus (ay.27).

Yesus mau menegaskan kpd ahli Taurat yg sdg men-tes Yesus bahwa: " Kamu gak butuh pengetahuan baru (krn pd dasarnya sdh tahu) tp yg kamu butuhkan adalah hati yg baru. Kalau mau bicara 'saklek' sih, yg kamu butuhkan itu adalah pertobatan."

Itu inti tafsiran dr perikop di atas (baca Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu:Yayasan Komunikasi Bina Kasi/OMF.hal 219)

Sebagaimana Ito sdh share ttg keyakinan iman Ito, biarlah saya jg share utk apa yg saya pahami (dan tidak).

Menurut pikiran saya, seberapa beramalnya seseorang, seberapa baiknya, solehnya, dermawannya, tdk mungkin dia tdk pernah berbuat dosa (saya meyakini bahwa even M.Gandhi pun pasti pernah berbuat dosa). Karena di surga tdk ada timbangan/neraca kebaikan dan dosa, maka sekecil apapun dosa adalah tetap dosa. Dosa dan kebaikan tdk bisa di net-off (spt debit credit di akuntansi)

Atas dosa2 manusia, Tuhan telah menyatakan keadilanNya. KeadilanNya yg terbesar, nyata di atas kayu salib. Yang besar menggantikan yg tdk benar, spy kita dpt dibenarkan di dlm Kristus (Rom 3:21-26, II Kor:18-21).

Salam,
---(ri)2s.

0 tanggapan:

# catatan kaki