Versi cetak

Jumat, 17 Desember 2004 06.22

Ketiadasalahan Alkitab

— Mempertanyakan Kembali

Koreksi Romo Santoso, CM. saya terima untuk saya koreksi kembali :-)

Bible
Bible
catholic-convert.com

Dalam upaya menaikkan derajat Alkitab sebagai firman Allah, seseorang bisa saja dengan mudah mengatakan bahwa al-Qur'an adalah buatan manusia. Tetapi, tidak jarang klaim tersebut diajukan tanpa dasar argumentasi yang kokoh. Hanya sekedar klaim [yang umumnya bersifat sepihak belaka].

Tanpa bermaksud menafikan kedudukan Alkitab dalam kehidupan kristiani, kiranya perlu juga kita kaji beberapa fakta di bawah ini sehubungan dengan Alkitab.

1. Berasal dari Allah

Tidak ada satu pun pernyataan tegas dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Alkitab yang kini kita pegang adalah sepenuhnya wahyu/firman Allah. Sejauh yang diakui oleh gereja-gereja arusutama (mainstream), Alkitab tidak diturunkan atau didiktekan oleh Allah sendiri ataupun malaikat sebagaimana umat Islam memandang kitab sucinya didiktekan oleh Malaikat Jibril kepada Muhammad.

Pernyataan yang umum menyatakan bahwa Alkitab ditulis oleh manusia sesuai dengan konteks jamannya dan kemampuan penulisnya, tetapi [diyakini oleh orang Kristen] diinspirasikan oleh Allah/Roh Kudus. Iman orang Kristen dan pernyataan gerejalah yang memberikan posisi kesucian kepada Alkitab.

Pemaknaan atas pernyataan terbuka tersebut bukannya tidak mengundang masalah. Ada yang meyakini bahwa Alkitab adalah sepenuhnya firman Allah bahkan hingga ke huruf-hurufnya, namun ada juga yang menyatakan bahwa Alkitab merupakan tanggapan dan kesaksian iman jemaat terhadap firman Tuhan.

Di lain pihak, dalam al-Qur'an tertera jelas pernyataan Allah bahwa kitab itu diturunkan oleh Allah sendiri, yang dimulai pada malam lailat 'al qadr.

Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.
— QS Yunus 10:37

Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,
— QS Huud 11:1

Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat?. Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.
— QS Huud 11:17

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
— QS an-Nahl 16:89

Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Quran).
— QS Thaahaa 20:99

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
— QS al-Qadr 97:1

Dan masih banyak lagi pernyataan sejenis yang menegaskan keunggulan dan keilahian al-Qur'an sebagai wahyu/sabda/firman yang berasal dari Allah sendiri. Dan hal ini tidak terdapat dalam Alkitab!

2. Akurasi Sumber

Kita tidak akan bisa menutup mata dan telinga terhadap beberapa kenyataan dan pernyataan yang disepakati oleh banyak pakar Alkitab bahwa:

  1. Tidak ada naskah asli/otentik yang berasal dari penulis orisinal kitab tersebut. Bahkan untuk surat-surat Paulus yang mendominasi Perjanjian Baru (PB) pun tidak ada dokumen yang benar-benar asli tulisan tangan Paulus.

  2. Semua sumber yang digunakan dalam menyusun Alkitab adalah bermacam-ragam salinan tangan yang sangat membuka peluang bagi terjadinya salah salin. Dan salinan-salinan itu pun tidak dapat dikatakan sebagai salinan pertama. Misalnya, salinan tertua PB adalah sebagian kecil Injil Yohanes yang ditulis sekitar tahun 120 ZB. Sudah terbentang jarak sekitar 90 tahunan dari saat kematian Yesus.

  3. Salinan-salinan yang ada itu tidak persis sama antara yang satu dengan yang lain. Akibatnya, muncul beberapa versi akibat perbedaan masing-masing sumber rujukan yang digunakan dalam penyusunan Alkitab. Setidak-tidaknya ada 2 versi yang paling "populer", yaitu: (1) Textus Receptus/TR yang mengacu pada naskah Byzantium dan (2) Westcott-Hort/WH (juga disebut Critical-Text/CT) yang mengacu pada naskah Aleksandria. Keduanya menjadi sumber utama dalam penerjemahan Alkitab, termasuk Alkitab Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang mengombinasikan keduanya.

  4. Hampir tidak ada salinan yang utuh. Umumnya tidak lengkap (hilang bagian-bagiannya), tidak terbaca (kabur tulisannya), atau rusak. Kumpulan naskah (codex) PB terlengkap adalah codex Sinaiticus dan codex Vaticanus yang sama-sama berasal dari abad 4 ZB, serta naskah Alexandrinus yang berasal dari abad 5 ZB.

  5. Lebih jauh lagi, tidak dapat dipungkiri kenyataan tentang kitab-kitab yang hilang, yakni kitab-kitab yang disebut/dirujuk dalam kitab yang kini ada dalam Alkitab tetapi tidak diketemukan sama sekali naskahnya. Misalnya:
  • Kitab Orang Jujur (Yosua 10:13, 2Samuel 1:18)
  • Kitab Sejarah Raja-raja Israel (1Raja-raja 14:19)
  • Kitab Sejarah Raja-raja Yehuda (1Raja-raja 14:29)
  • Kitab Riwayat Salomo (2Raja-raja 11:41)
  • Riwayat Samuel, Riwayat Nabi Natan, Riwayat Gad (1Tawarikh 29:29, 2Tawarikh 9:29, 12:15, dsb)
  • Surat Paulus kepada jemaat di Korintus (1Korintus 5:9)
  • Surat Paulus kepada jemaat di Laodikia (Kolose 4:16)
  1. Di lain pihak, ada juga beberapa kitab lain yang hingga kini masih disangsikan otoritas dan keaslian penulisnya, seperti:
  • Surat kepada orang-orang Ibrani
  • Surat Yakobus
  • Surat 1 dan 2 Petrus
  • Surat 2 dan 3 Yohanes
  • Surat Yudas
  • Wahyu kepada Yohanes

3. Penyaduran Sumber

Selain ketersediaan salinan naskah yang akurat, masih ada persoalan lainnya, yakni campur tangan manusia dalam pembentukan naskah salinan itu sendiri. Berdasarkan berbagai metode ilmiah —semisal Kritik Teks, Kritik Redaksi, Kritik Tradisi, dan sebagainya— tidak sedikit pakar yang mengakui bahwa beberapa kitab merupakan saduran dari sumber-sumber lain sekaligus, bukannya sekedar menyalin dari sebuah naskah yang utuh dan lengkap.

Dengan kata lain, terjadi penggabungan beberapa naskah, yang berkonsekuensi logis terjadinya penyuntingan (baik pengurangan, penambahan, pengubahan, maupun penempatan) dari tingkatan teks, kalimat, hingga cerita/peristiwa. Apalagi, terutama Injil, tidak terlalu mementingkan ketepatan lokasi (geografis), pelaku, waktu, dan urutan peristiwa.

Misalnya kitab-kitab Taurat dalam Perjanjian Lama (PL) yang sering disebut sebagai 5 kitab Musa atau Pentateukh. Hingga kini masih berdiri kokoh teori Wellhausen yang meyakini bahwa Taurat merupakan penggabungan dari beberapa kitab yang berasal dari 4 tradisi, yaitu Jahwist + Elohist + Deuteronomist + Priest (JEDP).

  • J dan E adalah sumber naratif yang diperkirakan berasal dari abad 9 SZB hingga 8 SZB. Pengombinasian kedua sumber ini terjadi sekitar abad 7 SZB.
  • Sumber D dikomposisikan pada abad 7 SZB
  • Sumber P ditulis setelah masa pembuangan Babel pada abad 6 SZB.
  • Penyuntingan terakhir Pentateukh sebagai satu kesatuan naskah JEDP berlangsung sekitar tahun 400 SZB.

Sedangkan untuk PB, muncul hipotesis tentang adanya suatu sumber yang sama bagi Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), yang disebut sebagai Q (quelle = sumber, Jerman). Selain itu, Matius dan Lukas diduga menggunakan Injil Markus sebagai salah satu sumber sadurannya. Juga diduga adanya sumber hipotetis lain yang dinamai L (loggia, kumpulan ucapan Yesus).

Dekonstruksi dan rekonstruksi naskah sangat terlihat pada ucapan-ucapan Yesus yang disunting oleh Matius menjadi sebuah kesatuan utuh "Kotbah di Bukit". Ucapan-ucapan Yesus disusun menjadi satu urutan sehingga memberikan kesan disampaikan dalam sebuah sermon pada satu waktu.

Jadi, sudah ada campur tangan manusia yang mengombinasikan beberapa sumber menjadi sebuah tulisan baru. (Harap tidak menyamakan proses ini dengan pembuatan Diatessaron.)

Diatessaron (Harmoni Empat) disusun oleh seorang Assyria (Syria) bernama Tatian (170 ZB) yang menggabungkan keempat Injil menjadi satu narasi berkesinambungan dengan menggunakan Injil Yohanes sebagai basisnya. Kitab ini sangat populer di Syria selama sekitar 200 tahun.

Baru pada abad ke 4 ZB Injil berbahasa Syria —disebut Peshitta— terbagi ke dalam 4 kitab sebagaimana Perjanjian Baru (PB) pada umumnya. Namun demikian, Diatessarion masih juga digunakan di beberapa wilayah. Ada dugaan bahwa di Syria inilah kemungkinan besar Muhammad "berkenalan" dengan Diatessarion.

Selain pengombinasian, terjadi juga penambahan/penyisipan ayat-ayat. Hingga kini, beberapa ayat masih disangsikan keabsahannya sebagai bagian utuh dan asli dari suatu kitab. Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai penambahan yang dilakukan oleh generasi berikutnya di kemudian hari terhadap naskah awal yang telah terbentuk. Misalnya:

  • Markus 16:9-20 (penutup Injil Markus)
  • Lukas 22:43-44 (Yesus di Taman Zaitun/Getsemani)
  • Yohanes 5:3,4 (kisah tentang kolam Betesda)
  • Yohanes 7:53-8:1 (wanita berzinah)

Sedangkan peredaksian naskah cukup terlihat pada Injil Yohanes yang sangat berbeda dengan Injil Sinoptis. Diduga kuat naskah ini mengalami peredaksian hingga 3 generasi.

4. Ketidakpanggahan (Inkonsistensi)

Akibat kebebasan maupun kekhilafan yang terjadi pada saat penyalinan dan penyaduran sebagaimana telah dipaparkan di atas, tidak dapat dihindarkan terjadinya kesalahan-kesalahan yang menyebabkan kerancuan informasi.

Misalnya:

  1. Cara mati Zedekia Raja Yehuda
    : dengan damai (Yeremia 34:4-5) atau oleh pedang (Yeremia 52:10-11).
  2. Jumlah orang Aram yang dibunuh Daud
    : 700 ekor kuda (2Samuel 10:18) atau 7000 ekor kuda (1Tawarikh 19:18).
    : 40.000 orang pasukan berkuda (2Samuel 10:18) atau 40.000 pasukan berjalan kaki (1Tawarikh 19:18).
  3. Kapasitas bak mandi Sulaiman
    : 2000 bat air (1Raja-raja 7:26) atau 3000 bat air (2Tawarikh 4:5).
  4. Yang membujuk Daud menghitung orang Israel
    : Tuhan (2Samuel 24:1) atau iblis (1Tawarikh 21:1).
  5. Kondisi anak perempuan Yairus ketika Yesus bertemu Yairus
    : sudah mati (Matius 9:18) atau sakit hampir mati (Markus 5:23).
  6. Sikap murid-murid ketika Yesus berjalan di atas air
    : menyembah (Matius 14:33) atau tercengang dan bingung (Markus 6:51-52).
  7. Jumlah orang gila yang disembuhkan Yesus di sekitar pekuburan di Gadara/Gerasa
    : 2 orang (Matius 8:28) atau 1 orang (Markus 5:2, Lukas 8:27).
  8. Jam Yesus disalibkan
    : jam 9 (Markus 15:25) atau setelah jam 12 (Yohanes 19:14).
  9. dan lain-lain.

Beberapa orang pernah mencoba melakukan harmonisasi Alkitab guna memecahkan ketidakpanggahan maupun ketidakmasukakalan (irasional) yang terdapat dalam Alkitab. Misalnya Gleason L. Archer dengan bukunya yang berjudul Encyclopedia of Bible Difficulties. Namun upaya itu tidak lebih dari apologetika yang mudah dipatahkan oleh logika dan berbagai metode pengkajian (telaah kritis) Alkitab. Sama sekali tidak ada gunanya bersikeras dalam sikap semacam itu.

5. Campur Tangan yang Kemudian

Terwujudnya sebagian besar salinan naskah kitab-kitab tersebut hingga mencapai bentuknya seperti yang sekarang ini pun tidak dapat dilepaskan dari campur tangan manusia. Misalnya:

  1. Nama-nama penulis kitab-kitab yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Penamaan Injil Matius, Injil Markus, Surat Yakobus, Wahyu kepada Yohanes, dan sebagainya, didasarkan pada tradisi yang dipercayai jemaat pada saat itu, bukan karena penulis aslinya mencantumkan namanya di sana.

    Begitu juga tulisan-tulisan Paulus yang tidak semuanya benar-benar berasal dari Paulus, melainkan berupa pseudoepigraph, yakni tulisan orang lain yang menggunakan wibawa nama Paulus, sehingga kerap juga disebut pseudo-Paulus. Bahkan Dr. C. Groenen OFM dalam bukunya yang berjudul Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Penerbit Kanisius, Jakarta, 1984) menyebutnya sebagai surat-surat gadungan.

  2. Pada mulanya Alkitab tidak memiliki pembagian pasal (perikop) maupun ayat-ayat seperti saat ini. Pembagian pasal dan ayat dilakukan oleh Kardinal Hugo de Sancto Caro pada tahun 1240 ZB. Pembagian yang semula berdasarkan teks tersebut ternyata menimbulkan kesulitan, sehingga dilakukan pembagian berbentuk pasal dengan menggunakan abjad. (Dalam sumber lain dituliskan bahwa nomor-nomor ayat dibuat oleh seorang Uskup Katolik, John Langdon, sekitar tahun 1000-an ZB. Untuk yang ini, saya belum mencari konfirmasinya.)

    Pada tahun 1445 ZB, Rabi Yahudi bernama Mordecai Nathan merinci pasal-pasal tersebut ke dalam ayat-ayat. Dan, akhirnya, penuntasan nomor-nomor ayat dilakukan oleh seorang pencetak buku di Lyon, Prancis, bernama Robert Etienne pada tahun 1551 ZB sehingga menghasilkan bentuk Alkitab seperti yang kini kita kenal.

6. Kanonisasi

Walau masing-masing agama —Kristen dan Islam— memiliki klaim mengenai kitab-kitab sucinya, tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan bahwa proses pembentukan kedua kitab suci tersebut sama-sama mengandung kemungkinan terikutkannya kesalahan manusia.

Pertama-tama, perlu kita sadari dan akui bahwa Alkitab tidak sejak awal terbentuk seperti yang kini kita kenal. Alkitab adalah kumpulan kitab-kitab yang dipilih/diseleksi oleh Gereja (baca: manusia) sebagai kanon dari sekian banyak tulisan yang sudah beredar di kalangan jemaat Kristen perdana.

Tidak ada satu pun petunjuk jelas dari Allah mengenai kitab-kitab mana yang seharusnya masuk ke dalam kanon. Semuanya berdasarkan kriteria (serohaniah apapun kriteria tersebut!) yang ditetapkan oleh manusia yang menjadi petinggi gereja. Satu hal yang disepakati adalah keyakinan bahwa tulisan-tulisan tersebut diinspirasikan oleh Roh Kudus. (Lain waktu, jikalau sempat dan bersemangat, akan saya tuliskan artikel tentang "Inspirasi Alkitab".)

Ada banyak tulisan lain yang tidak masuk ke dalam kanon walau dianggap berwibawa di kalangan jemaat. Misalnya Injil Tomas yang isinya oleh banyak ahli dipandang sangat dekat dengan karakter pengajaran Yesus. Begitu juga kitab Didakhe yang jelas-jelas dipandang sebagai Ajaran Para Rasul.

Naskah-naskah yang tidak masuk ke dalam kanon tersebut di kemudian hari dikenal sebagai kitab-kitab apokrip (oleh Katolik) atau pseudoepigraf (oleh Protestan). Walau tidak dipandang suci, sebagian dari kitab-kitab tersebut dihormati sebagai bacaan yang bermanfaat bagi iman dan pengajaran Kristen.

Walau perintisannya sudah dimulai sejak abad 4 ZB, keputusan akhir penetapan kanon Katolik baru diambil pada Konsili Trente melalui dekrit De Canonicis Scripturis (Tentang Kanon Alkitab) tanggal 8 April 1546 ZB. Dalam keputusan tersebut, Gereja Katolik Roma (GKR) mengakui 45 kitab Septuaginta (kitab Ibrani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan dikenal sebagai kanon Aleksandria) sebagai PL dan 27 kitab jemaat perdana Kristen sebagai PB.

Sedangkan kalangan Protestan menetapkan kanon Alkitabnya melalui 3 dokumen yang lazim disebut Confessio Gallicana (1559 ZB), Confessio Belgica (1561 ZB), dan Confessio Westminster (1648 ZB) dengan mengakui 39 kitab PL yang didasarkan pada kanon Jamnia dan 27 kitab PB yang sama dengan GKR.

Kapan-kapan, kalau sempat dan semangat, akan saya tuliskan ringkasan historis hingga terjadinya kanon Alkitab. Kisahnya ternyata sangat unik dan sekaligus membuktikan bahwa pada mulanya kitab-kitab itu tidak dipandang suci —dalam artian sebagai wahyu Allah— oleh jemaat Kristen. Saya rasa, gambaran sepintas di atas sudah cukup memadai bagi topik ini.

Perbedaan kitab-kitab dalam PL antara kanon Katolik dan kanon Protestan itu disebut deuterokanonika (oleh Katolik) atau apokrip (oleh Protestan, yang jangan sampai tertukar pengertiannya dengan istilah apokrip yang digunakan oleh kalangan Katolik!).

Kitab-kitab yang dimaksud adalah:

  • Tobit
  • Yudit
  • Tambahan-tambahan pada kitab Ester
  • Kebijaksanaan Salomo
  • Yesus bin Sirakh
  • Barukh
  • Surat dari Nabi Yeremia (atau bab 6 kitab Barukh)
  • Tambahan-tambahan pada kitab Daniel
  • Kitab Makabe yang Pertama
  • Kitab Makabe yang Kedua

Gereja-gereja Ortodoks Yunani juga mengakui kitab-kitab Deuterokanonika —yang disebut sebagai anaginoskomena— kecuali kitab Barukh. Sedangkan Gereja-gereja Timur (Suriah, Ethiopia, Koptic, dan lain-lain) memiliki 66 kitab yang sama dengan GKR dengan tambahan 52 kitab apokrip/pseudoepigraf.

Di pihak lain, kanonisasi al-Qur'an sudah dimulai ketika Usman bin Affan menjadi kalifah ketiga (644 ZB sampai 656 ZB). Jadi, waktunya tidak terpaut jauh dari kematian Muhammad pada tahun 632 ZB. Tentu saja jauh lebih singkat dibanding kanon Alkitab yang berselang 400 sampai 1100 tahunan sejak kematian Yesus.

7. Penutup

Melalui paparan di atas, terlihat jelas bahwa Alkitab tidak luput dari campur tangan dan kesalahan manusia. Sehingga, sebagai konsekuensi dari slogan pengakuan keterbatasan diri humanum est errare (to err is human, manusia tidak luput dari kesalahan), maka Alkitab pun tidak terbebas dari kemungkinan kesalahan tersebut.

Oleh sebab itu, menyatakan bahwa isi Alkitab benar-benar tidak ada salahnya (inerrant) sebagaimana yang kerap didengung-dengungkan oleh kalangan fundamentalis-literalis adalah sebuah tindakan ilusif alias mimpi di siang bolong. Bukti-bukti di atas sudah cukup menggentarkan orang-orang yang kerap berteriak tanpa mengerti apa yang diteriakkannya. Talking without speaking, kata Simon & Garfunkel dalam lagu "Sound of Silence".

Namun demikian, perlu diingat bahwa kesalahan tekstual tidaklah berbanding lurus dengan kemantapan spiritual (iman). Keduanya adalah hal yang berbeda, yang tidak bisa dipautkan secara membabi-buta dalam relasi kausalitas.

Kebenaran dan wibawa Alkitab tidak terletak pada ketepatan tulisan yang tertera dalam sebuah buku yang disebut Alkitab, melainkan dari kemampuan "roh" tulisan itu menjangkau hati terdalam manusia sehingga pada dirinya terjadi perubahan yang mencerminkan kebenaran firman Allah. Hal ini hanya bisa terjadi jika orang itu bersedia menanggapi secara utuh dan total karunia Tuhan. Itulah yang disebut iman, yang tidak lagi tergantung dan peduli pada ketepatan tekstual.

Selain itu, jika kita percaya bahwa Tuhan adalah kebenaran satu-satunya yang mutlak dan tidak mungkin salah, maka tidak pada tempatnya kita menyebut Alkitab —maupun berbagai kitab serta tulisan lainnya— tiada mengandung kesalahan. Itu sama artinya dengan menduakan Tuhan, yang sudah barang tentu identik dengan mencampakkan titah pertama dari dasatitah.

Beberapa persoalan yang serupa juga dialami oleh al-Qur'an. Namun saya tidak akan memaparkannya di sini karena bukan itu tujuan posting ini.

— Jum'at, 17 Desember 2004 06:22
[revisi: Kamis, 04 Agustus 2005 05:27]

From: Rm. Santoso CM <pmsantoso@...>
Sent: Thursday, 16 December 2004 13:55

AMDG

Romo Santoso CM ingin mengoreksi kesimpulan yang terlalu cepat yaitu bahwa Alquran tidak salah. Justru Alquran itu menyesatkan karena ditempat tertentu mereka menyebut Ishak dan ditempat lain menyebut Ismael. Ini berarti pertentangan berat dan berarti ada kekacauan yang fatal dan berarti Alquran itu membinggungkan karena ada kontradiksi yang besar didalamnya. ini sekaligus membuktikan bahwa alquran itu buatan manusia. dan 'Errare humanum est' = kesalahan itu adalah manusiawi. Manusia sering berbuat salah yang tidak bisa salah hanya yang ILAHI. seperti Alkitab. tetapi alkitab ada kontradiksi lo tetapi biasanya tidak fatal (tidak ada kesalahan besar yang mematikan).

Alquran menyebut Ismael karena mereka ingin menarik simpati orang Yahudi dan kristen yang percaya bahwa mereka itu keturunan Ishak dan Alquran menyebut Ismael untuk memperoleh dukungan dari orang arab yang tahu bahwa mereka itulah keturunan Ismael.

Sekian.
MGBU.

Jumat, 03 Desember 2004 06.37

Yesus Sang Revolusioner

Terimakasih banyak atas tanggapan yang tegas dan —sebagaimana anda akui sendiri— agak ad hominem, sampai-sampai menuding saya kurang membaca Injil.

Jesus Revolution
Jesus Revolution
time.com

Boleh saja anda berpendapat bahwa penyebutan Yesus sebagai seorang revolusioner yang melawan ortodoksi dan konservatisme agama Yahudi adalah pandangan yang sesat. Namun, sangatlah aneh cara penyikapan anda yang menyatakan suatu pendapat bisa disebut sesat sekaligus ada benarnya. Ketidaktegasan semacam ini justru menunjukkan ketidakpanggahan (inkonsisten) yang lahir dari ketidakmantapan pemahaman.

Sebelumnya, berkali-kali anda menyatakan bahwa agama Katolik adalah satu-satunya agama yang benar karena didirikan oleh Yesus sendiri. Namun, kali ini anda menyatakan bahwa Yesus sebenarnya mempertahankan agama Yahudi. Atas kedua pernyataan yang bertolak belakang ini, saya tidak bisa menduga lain kecuali bahwa anda hanya hendak menentang pendapat yang saya ajukan.

Kedua pernyataan anda yang bertolak-belakang tersebut akan mengundang risiko yang sangat dilematis.

1. Jika Yesus mendirikan agama Katolik

Konsekuensinya, agama Yahudi tidak lebih dari sekedar buatan manusia. Sehingga patutlah dipertanyakan keilahian ajarannya, termasuk kitab sucinya yang sebagian digunakan oleh orang Kristen sebagai Perjanjian Lama.

Menurut Injil resmi (sebagaimana yang terdapat dalam Alkitab arusutama agama Kristen), Yesus beribadat di sinagoga dan menjalankan ritual-ritual keagamaan Yahudi. Bahkan, sampai matinya pun Dia diperlakukan secara Yahudi. (Bertepatan dengan masa Paska, ada baiknya jika anda cermati kisah dalam Injil perihal perempuan-perempuan yang mendatangi makam Yesus untuk meminyaki jenasah-Nya. Ini adalah ritual Yahudi pada masa Yesus.)

Selain itu, seturut sejarah gereja dan agama Kristen, kita tidak bisa menafikan fakta bahwa pada mulanya gerakan Yesus —yang di kemudian hari disebut Kristen, bukan Katolik!— bersumber dari agama Yahudi. Bahkan, tidak sedikit orang —bahkan hingga kini— yang beranggapan bahwa kekristenan perdana adalah sebuah sekte yang menyempal dari komunitas Esenne, sebuah sekte Yahudi. Jadi, agama Kristen bolehlah disebut sebagai cucunya agama Yahudi :-).

Penggunaan kitab suci Yahudi sebagai bagian pertama (Perjanjian Lama) dalam kitab suci Kristen pun merupakan fakta yang tidak terbantahkan perihal adanya kesinambungan antara agama Yahudi dengan agama Kristen. Juga, bahwa Allah yang disembah oleh orang Kristen adalah Allah Israel: Allah Abraham, Allah Yakub, Allah Ishak (yang oleh orang Yahudi dituliskan dengan tetragrammaton YHWH). Kecuali jika anda menjadi pengikut bidat Marcion yang menganggap Allah Perjanjian Lama (Allah Yahudi) berbeda dengan Allah Perjanjian Baru (Allah Kristen).

Begitu pula pengutipan ayat-ayat dalam kitab suci Yahudi dalam berbagai ucapan Yesus, surat-surat Paulus, surat-surat para rasul maupun surat-surat lainnya dalam Perjanjian Baru, serta tulisan-tulisan para Bapa Gereja, membuktikan bahwa mereka memandang kitab suci Yahudi tersebut sebagai firman Tuhan (berasal dari Tuhan).

Dengan demikian, cukup mustahil untuk membantah bahwa Yesus beragama Yahudi. Dan dengan merujuk pada pengakuan iman (kredo) Kristen bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, maka Tuhan pun ternyata beragama Yahudi :-).

Jika Allah memang merencanakan membuat agama Katolik, tiada gunanya Yesus berpayah-payah mencerahkan manusia mengenai penyelewengan yang dilakukan oleh lembaga dan pemuka agama Yahudi. Yesus yang saya kenal tidak mungkin melakukan tindakan sedangkal itu, yakni memburuk-burukkan satu pihak guna menarik orang menjadi pengikut aliran baru-Nya. (Kini apologetika negatif semacam ini kerap terjadi, yakni menjelek-jelekkan agama lain untuk menunjukkan kemuliaan agamanya sendiri, terutama antara Kristen dan Islam.)

Maka, pernyataan anda bahwa Yesus hendak mendirikan agama Katolik tidaklah mempunyai pijakan kokoh. Anda berdiri di atas lapisan es yang sangat tipis.

2. Jika Yesus mempertahankan agama Yahudi

Konsekuensinya, agama Katolik —yang bersumber pada agama Yahudi— adalah juga buatan manusia yang tidak ada bedanya dengan agama-agama lain yang anda kecam dan nyatakan sesat.

Apabila kita meyakini bahwa rencana keselamatan adalah sebuah rancangan yang sempurna dari Allah yang Mahakuasa, tentunya upaya Yesus untuk mempertahankan agama Yahudi tidak akan gagal. Tetapi, ternyata agama Yahudi tidak mampu berjaya. Dengan demikian, rencana Allah dan upaya Yesus adalah sebuah skenario gagal yang sangat pantas menjadi gugatan terhadap kemahakuasaan Tuhan. (Dalam sebuah posting, anda menyatakan bahwa agama Yahudi sudah musnah. Entah dari mana gagasan absurd ini berasal. Pertanyaan saya mengenai persoalan ini tidak anda tanggapi.)

Maka, pernyataan anda bahwa Yesus hendak mempertahankan agama Yahudi tidak mempunyai pijakan kokoh. Anda berdiri di atas lapisan es yang sangat tipis.

* * *

Kedatangan Yesus ke dunia ini bukan untuk berimprovisasi ataupun sekedar bereaksi terhadap penerimaan manusia (orang Yahudi). Dia menggenapi rencana keselamatan yang sudah dicanangkan Allah sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa (bdk. Kejadian 3:15). Sehingga, apa pun yang dilakukan oleh Yesus tidak akan melenceng dari skenario awal Allah yang sinambung.

Amat tiada gunanya Yesus mempertahankan agama Yahudi jika Dia hendak mendirikan gereja/agama Katolik. Dan sebaliknya, sungguh tiada manfaatnya Yesus mendirikan agama Katolik jika Dia hendak mempertahankan agama Yahudi. Kecuali jika kita beranggapan bahwa Yesus tidak punya pendirian alias plintat-plintut ataupun rancangan keselamatan Allah tidak didasarkan pada "perhitungan" yang matang sehingga harus menerapkan contingency plan.

Dilema seperti ini amat wajar terjadi pada orang-orang yang tidak bisa (atau tidak mau?) membedakan agama dengan ajaran/wahyu. Lembaga agama dipandang sama dengan wahyu Allah. Padahal, tidak satu kali pun Allah menyatakan hendak mendirikan agama. Dari ketiga agama samawi, hanya agama Islam yang meyakini bahwa Allah mendirikan dan menyempurnakan agama bagi manusia, sehingga umat Islam diwajibkan membela agama Allah tersebut (bdk. QS Al Maa'idah 5:3, Muhammad 7:7, Al Hajj 22:40, Al Hadiid 57:25).

Begitu juga dengan Yesus, tidak mempertahankan agama apapun kecuali kebenaran firman Allah yang sudah diwahyukan melalui para nabi sebelumnya. Kedatangan-Nya ke dunia adalah dalam rangka pemurnian sekaligus penggenapan wahyu keselamatan itu. Yesus mengembalikan makna pewahyuan Allah ke konsep awalnya, yakni janji kasih Allah yang tak bersyarat pada umat manusia, sekaligus menggenapi dalam bukti nyata dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Janji kasih inilah yang kemudian kita kenal sebagai karunia keselamatan.

Dalam rangka mengembalikan makna pewahyuan Allah ke konsep awal tersebut, Yesus menegaskan kekekalan hukum Taurat. Namun, pada saat yang sama, Dia menunggang-balikkan konsep-konsep "keagamaan" —sebagai lembaga dan seperangkat aturannya— yang dirumuskan berdasarkan pemahaman manusia.

Selain dekalog (10 perintah Allah) yang menurut Alkitab ditulis oleh jari Allah sendiri, tidak ada wahyu lain yang bisa dipandang sebagai pernyataan langsung dari Allah. Tidak jarang para nabi menyampaikan wahyu Allah sesuai konteks yang dihadapi umat pada saat itu. "Lubang" inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagian orang untuk memberikan penafsiran-penafsiran —yang di kemudian hari dibakukan sebagai doktrin (ajaran resmi)— demi kepentingan mereka sendiri. Terjadilah penyelewengan yang disahkan dalam nama Tuhan.

Untuk itu, Yesus mengoreksi tegas berbagai ajaran agama yang sudah lama dipegang oleh orang Yahudi. Beberapa di antaranya adalah:

  • Konsep keadilan yang menyatakan "nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, luka ganti luka, luka bakar ganti luka bakar, bengkak ganti bengkak" (bdk. Keluaran 21:23-25) dibalikkan-Nya menjadi "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (bdk. Matius 5:44, Lukas 6:27, 35).

  • Begitu pula dengan perceraian, yang semula diijinkan oleh Musa, kini ditolak-Nya sebagai ketegaran manusia yang tidak sesuai kehendak Allah (bdk. Matius 5:32, 19:9, Markus 10:12, Lukas 16:18).

  • Konsep kekudusan hubungan seksual yang semula lebih ditekankan pada soal perzinahan dengan istri orang, istri atau gundik ayahnya, menantu perempuan (bdk. Imamat 20:10-12) dikristalkan-Nya dengan memberikan makna yang sangat mendasar (radikal, esktrim, fundamental) melalui pernyataan, "Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." (bdk. Matius 5:28).

  • Konsep ritual pemujaan kepada Allah yang semula sangat dipentingkan sebagai jati diri agama dan bangsa Yahudi dipandang oleh Yesus tidak ada artinya jika tidak didahului oleh kasih dan rekonsiliasi dengan sesama manusia (bdk. Matius 5:23-24). Dan kepedulian kepada sesama manusia yang termarjinalkan merupakan pelayanan yang otentik terhadap Tuhan (bdk. Matius 25:40).

Membalikkan, meradikalkan, dan menisbikan berbagai konsep yang sudah ribuan tahun diyakini sebagai kebenaran agama bukanlah sebuah konservasi (pelestarian). Yesus mengajarkan semua itu bukan dengan pemakluman yang sifatnya bertahap (gradual) sebagaimana layaknya evolusi, melainkan harus dilakukan secara radikal, total, dan seketika. Itulah yang disebut sebagai revolusi. Dan dalam hal ini, Yesus berlaku sebagai seorang revolusioner.

Agaknya gambaran revolusi dalam paradigma anda cenderung menekankan tindak kekerasan fisik. Hal ini tampak dari cara anda memperbandingkan kemarahan Yesus di Bait Allah dengan revolusi yang dikobarkan Che Guevara atau Fidel Castro atau siapa pun yang mencanangkan perubahan cepat dengan cara-cara yang mengijinkan penggunaan kekerasan. Sehingga, pengertian revolusi dan revolusioner dalam persoalan ini lebih anda maknai sebagai aksi fisik terhadap lembaga (agama Yahudi, organisasi, pemerintah) maupun manusia (pedagang di Bait Allah).

Maaf jika saya katakan bahwa anda memberikan pemahaman yang keliru bahwa revolusi harus diasosiasikan dengan ideologi semacam anarkisme, komunisme, sosialisme. Walau sering, tidak selalu dan tidak musti keduanya berbarengan bak dua sisi sekeping mata uang.

Di sini anda melupakan konsep dasar dari revolusi itu sendiri, yakni proses perubahan paradigma (yang dalam maksud tulisan ini tidak terbatas pada pemikiran saja, melainkan juga keyakinan) secara besar-besaran yang melahirkan pernyataan sikap yang tegas terhadap sesuatu. Sedangkan cara-cara dalam menjalankan revolusi adalah hal lain yang tidak memiliki korelasi langsung dengan pengertian dasar revolusi itu sendiri.

Makanya, sebagai contoh, ketika kita bicara soal revolusi dalam bidang sastra, kita tidak akan membayangkan para sastrawan angkat senjata menggunakan kekerasan fisik dan menumpahkan darah sebagaimana revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Juga, Revolusi Industri tidak berarti perang fisik melawan sesuatu, melainkan perombakan luar biasa dalam tatanan industri. Bahkan Revolusi Bunga di Argentina sangatlah jauh dari citra perang (bagaimana pula caranya para ibu yang berdemo di Plaza de Mayo dengan membawa bunga ungu sebagai tanda duka atas penghilangan kerabat mereka oleh pemerintah bisa melawan peluru dan bayonet tentara?).

Itu yang saya maksudkan dengan Yesus adalah seorang revolusioner. Dia menegaskan sikap-Nya melawan penyelewengan yang dilakukan oleh lembaga dan pemuka agama Yahudi terhadap wahyu Allah dan iman manusia. Dia mengembalikan segala sesuatunya secara radikal, total, dan seketika ke hakikat dasar kehendak Allah, yakni kasih Allah yang menyelamatkan.

Tindakan semacam itu pulalah yang selalu dilakukan oleh para nabi, sehingga kita mengenal apa yang dinamakan "suara kenabian" yang tidak berkompromi terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan kebenaran.

Dalam hal-hal dan batas-batas tertentu saya memang mengagumi Che Guevara dan Nestor Paz. Begitu juga ketertarikan saya pada perjuangan Dom Romero, Paulo Freire, dan Gustavo Gutierrez. Mereka adalah manusia-manusia yang memiliki integritas melampaui berbagai pembenaran yang ditawarkan oleh lembaga apapun, termasuk agama. Melalui dialektika dan caranya masing-masing, mereka telah berhasil merumuskan sikap tegas tentang apa yang mereka anggap pantas dan harus diperjuangkan walau harus merisikokan nyawa.

Seperti Yesus sang revolusioner.

— Beth: Jum'at, 03 Desember 2004 06:37
[sedikit tambahan: Sabtu, 07 April 2007 03:58]

From: Rm. Santoso CM <pmsantoso@...>
Sent: Wednesday, 01 December 2004 21:56

AMDG

Romo Santoso CM ingin mengoreksi tentang Yesus sebagai revolusioner yang menghancurkan ortodoksi dan konservatisme. Ini merupakan pendapat sesat walaupun ada benarnya memang.

Sebenarnya Yesus mempertahankan agama Yahudi dan menolak penyelewengan dan dia juga mengubah apa yang harus diubah karena Dialah Tuhan Allah yang merupakan pusat dari Kerajaan Allah yang baru.

Yesus meneguhkan misalnya taatilah kepada mereka yang duduk dikursi Musa. Dia juga mempertahankan sepuluh perintah Allah, dia juga mempertahankan agama Yahudi bahwa orang harus taat kepada imam misalnya orang yang sembuh dari kusta harus menghadap imam di Bait Allah. Juga Dia tidak setitikpun hukum Taurat akan diubah kecuali untuk memenuhinya atau menyempurnakannya. Lihat matius 5:17 dst: janganlah kamu menyangka Aku datang untuk meniadakan torat melainkan untuk menggenapinya ...

Yng dilawan Yesus yaitu kebiasaan yang bikinan orang sendiri dan mengabaikan hukum Tuhan misalnya bersumpah demi altar tidak sah tetapi demi persembahan itu sah. Atau tidak mau menolong orang tua karena uangnya sudah dipersembahkan kebait Allah.

Dia menolak penafsiran yang keliru tentang hukum Sabat misalnya tidak boleh menyembuhkan pada hari Sabat padahal mereka menarik binatang yang masuk lubang pada hari Sabat. jadi Dia tidak menghapus Sabat tetapi penafsiran yang keliru mengenai larangan dalam hari Sabat. Dia juga mengatakan Dialah Tuhan (Pengatur) hari Sabat. Sabat tidak lenyap loh walaupun setelah Yesus bangkit hari kebangkitan lambat laun mengganti hari Sabat. Maka jelas juga Yesus menjaga = konservasi= memelihara hari sabat lo.

Ketika dia mengusir penjual uang dari bait Allah kelihatannya dia meman revolusioner dan anarkhis atau komunis , sosialis atau pengikut Che Guevera atau fidel castro atau apa saja yang bisa diasosiasikan. Tetapi maksudnya Dia itu para pemimpin bait Allah itu buta rohani wong Bait Allah itu suci kok diprofankan dengan memperbolehkan para pedagang itupun sering menipu dan sering ramai tawar menawar di dekat pintu Bait Allah jelas mengganggu suasana doa dan memprofanasikan kesucian Bait Allah tempat tinggal Allah disurga.

jadi Yesus memelihara (konservasi) kesucian Bait Allah bukan progresip anarkhis revolusioner apapun.TEtapi memang dia memaki, mengusir dan memecuti pedagang tersbut. Dan yang marah para pemimpin Bait Allah termasuk kaum Farisi yang termasuk barisan pemimpin yangkorup juga seperti para pejabat dan para pemimpin di Indonesia dan dimana saja.

Sekali lagi Dia tidak menghancurkan hirarki pemerintahan Bait Allah atau menganjurkan pemberontakan terhadap pemimpin agama yang buta dan korup itu tetapi Dia hanya memelihara (konservasi) kesucian bait Allah.

Demikian juga kalau Dia memakimaki kaumFarisi dia bukan mengajak orang untuk berontak dan menghancurkan para pemimpin diatas atau mengambil alih pemerintahan mereka tetapi sebaliknya. Buktinya Dia mengatakan TAATILAH MEREKA YANG MENDUDUKI KURSI MUSA TETAPI JANGAN MENIRU PERBUATAN MEREKA. maka kalau anda menyimpulkan bahwa Yesus itu revolusioner dan menghancurkan konservatisme dsb. Saya hanya bilang AStagafirulah.

Rupanya pemikiran anda terjadi karena terlalu suka membaca buku kamu progresip yang memang revolusioner. Dan janganjangan idolanya Che GUevera atau apasaja bisa disebutkan dan kurang membaca Injil sendiri.

Sorry agak ad hominem. Maaf sebelumnya semoga jelas dan tidak timbul polemik yang berkepanjangan. Sekian . MGBU.

NB. Yesus memang juga memperbaiki praktek dan ajaran orang Yahudi misalnya perlunya sikap tanpa pamrih, doanya pakai Bapa kami dsb. Dalam hal ini Yesus menambah atau menyempurnakan tetapi bukan merombak melulu lho. TEtapi memang ada yang dibuang karena sudah kaduluwarsa atau sudah expired.

# catatan kaki