Versi cetak

Selasa, 23 Oktober 2007 00.52

Sekelumit Catatan Kopdar 2007 #1

— Sebelumnya

HKBP
hkbp.or.id

Akhirnya, jumpa (kopi darat/kopdar) para anggota mailing list (milis) hkbp yang kerap disebut kolam lele ataupun lapo ditetapkan jatuh pada tanggal 20 Oktober 2007 di Lapo Ni Tondongta di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) melalui pengesahan ketukan tombol keyboard komputer Erwinthon Napitupulu selaku pendiri dan jurukunci milis.

Maka, pada tanggal 27 September, Mbah Dukun Sesat (MDS) Efron yang mengusulkan lokasi tersebut segera melakukan reservasi dengan dukungan penuh dan langsung dari Padre Daniel Taruli Asi Harahap (DTA) yang membubuhkan tandatangannya pada akad janji dengan pengelola lapo.

Dan sejak jauh-jauh hari, Muna Panggabean rajin mengirim email melalui jalur pribadi pada semua anggota milis untuk meringankan langkah menghadiri perhelatan tersebut. Dengan setia pula Muna mengumumkan nama-nama anggota milis yang sudah menyatakan kesanggupannya hadir di sana. Hari demi hari berlalu hingga akhirnya tercatat sekitar 40 nama dalam daftarnya. Jarang ada yang mau berlelah-lelah menghubungi setiap pribadi demi sebuah kopdar. Untuk itu, saya angkat dua jempol atas kesuksesan Muna sebagai event organizer.

Tentu saja sangat menarik membayangkan hadirnya 40 orang yang biasa bersilat kata melalui dunia maya internet dalam ruang dan waktu nyata yang sama. Entah apa pula jadinya nanti. Apalagi dalam dua bulan terakhir, gejolak milis begitu dahsyat sehingga jumlah posting pada bulan September 2007 mencapai angka 2306. Meningkat tajam lebih dari 100% dibanding rekor bulan Pebruari 2005 yang mencapai angka magis 1001.

Bagi saya sendiri, pertemuan semacam ini lebih kerap menjadi dilema tinimbang kecemasan. Kalau Padre Jan Calvin Pindo mengaku gamang dalam langkah pertama memasuki gerombolan orang-orang belum dikenal (Batak pula!), saya tidak begitu takut. Sebab saya tahu, sudah lama orang Batak tidak makan orang :-).

Dilema yang saya hadapi adalah kepanggahan (konsistensi) kami untuk tetap tangguh dalam berargumentasi di dunia maya tanpa diganggu perasaan sungkan setelah berjumpa secara nyata. Namun, dari pengalaman sebelumnya (kopdar milis hkbp yang pertamakali saya ikuti, tanggal 10 September 2005 di Lapo Ni Tondongta Jalan Sabang), rasanya saya tidak perlu khawatir. Lewat satu minggu, semua akan kembali seperti semula, saling menancapkan patil lagi :-).

Tetapi pertemuan kali ini tidaklah dapat segera saya sanggupi, bahkan hingga saat-saat terakhir. Bukan karena dilema di atas, melainkan karena sekitar tanggal tersebut abang ipar saya (suami kakak saya) menjalani operasi kanker saluran empedu. Dan menurut dokter, operasi semacam ini termasuk operasi besar yang bisa memakan waktu 6 jam hingga 8 jam. Belum lagi masa-masa kritis pascaoperasi yang menurut tradisi medis berlangsung hingga 5 hari.

Ternyata operasi yang dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober itu memakan waktu hingga sekitar 11 jam, sejak masuk ruang operasi pada jam 11 hingga keluar pada jam 22. Menurut dokter, proses operasi berlangsung sesuai dengan rencana. Walau demikian, belum dapat dipastikan bahwa penyakit tersebut sudah dapat disingkirkan sepenuhnya maupun dampak penyumbatan saluran empedu selama ini terhadap organ-organ tubuh lain, sehingga masih memerlukan beberapa pemantauan dan pemeriksaan lanjutan.

Tentu saja hal ini membuat pikiran dan perasaan tidak nyaman. Bagaimana bisa saya bergembira dalam situasi memprihatinkan semacam ini? Namun, setelah kondisi abang ipar saya tampak stabil selama 2 hari, akhirnya saya putuskan untuk menghadiri kopdar. Go show saja, karena nama saya baru tercantum dalam daftar tunggu kopdar (belum memberikan konfirmasi).

Saya rasa perlu juga saat ini saya sampaikan terimakasih —yang tidak bisa saya ungkapkan dengan cara yang lebih baik daripada kata-kata tulus dari lubuk hati terdalam— atas dukungan rekan-rekan yang sudah bersedia "mendampingi" pada masa-masa sulit yang membuat saya merasa seperti anak sebatang kara yang tak henti didera pukulan berat. Mauliate godang.

Jam 6 pagi tanggal 20 Oktober, saya tinggalkan rumah adik saya di Cibubur tanpa tidur sekejap pun karena semalaman berbincang-bincang dengan ibu dan adik saya hingga jam 5 dini hari. Sesampai di rumah (syukur masih libur panjang Idul Fitri sehingga jalur Cibubur-Pancoran lengang), langsung saya siapkan buku-buku yang sudah saya nazarkan akan saya hadiahkan pada Joe Tampubolon dan Christien Nababan. Juga beberapa buku lain yang saya rasa lebih bermanfaat jika saya berikan pada orang lain daripada hanya memenuhi rak buku lantaran terbeli dua kali.

Walau buku untuk Joe bukanlah karya Dr. C. Groenen, OFM. yang belum diterbitkan lagi oleh Penerbit Kanisius, saya berharap Joe tidak kecewa. Saya rasa buku Willi Marxsen tidak kalah menariknya dalam membahas pseudo-Paulus alias Paulus gadungan yang menulis beberapa surat dalam Perjanjian Baru. MDS pun merekomendasikan buku ini tinimbang buku Groenen, walau DTA mengatakan selalu membuka buku-buku Groenen tersebut saat menyiapkan kotbah.

Jam 8 saya tidur setelah mencuci mobil dan mengepel rumah (maklumlah, sudah beberapa bulan tidak berhasil mendapatkan pramuwisma). Jam 10 lewat saya terbangun oleh dering telpon. Sempat berdebar keras juga jantung saya, khawatir ada berita kurang baik dari rumah sakit. Untunglah bukan. Setelah menelpon ke rumah sakit menanyakan kabar abang ipar saya yang ternyata baik-baik saja, saya pun bersiap-siap menuju kawasan Taman Mini.

Jam 11.30 saya sudah melaju di jalan tol Jagorawi. Berhubung belum pernah ke lapo tersebut, saya pun menelpon MDS untuk mengonfirmasikan posisi lapo yang berada di sisi kanan jalan satu arah. Akan sangat repot jika harus berputar akibat terlewatkan. Untunglah saya sempat membaca posting DTA yang mengatakan lokasinya dekat dengan kios penjual knalpot. Maka mobil pun segera saya hentikan begitu melihat gelantungan knalpot.

Ketika saya katakan sudah melewati gerbang utama masuk ke Taman Mini, MDS mengatakan jalan saja terus. Maka mobil pun saya jalankan lagi. Dari kejauhan saya lihat MDS sudah menanti di pinggir jalan. Untung saja dia tidak sambil berjingkrak-jingkrak. Bisa runtuh pamornya sebagai dukun dan sudah pasti akan bikin malu Bundesliga pula :-).

"Sudah ada siapa?" tanya saya setelah memarkir mobil di seberang.

"Daniel dan Obrin" sahutnya.

"Syukurlah", saya berdesis lega. Mereka bukan lawan-lawan saya di milis akhir-akhir ini, sehingga saya tidak perlu rikuh saat menunggu rekan-rekan lainnya :-).

Maka, dengan perasaan tenang saya pun memasuki lapo.

— Beth: Selasa, 23 Oktober 2007 00:52

0 tanggapan:

# catatan kaki