Versi cetak

Jumat, 03 Desember 2004 06.37

Yesus Sang Revolusioner

Terimakasih banyak atas tanggapan yang tegas dan —sebagaimana anda akui sendiri— agak ad hominem, sampai-sampai menuding saya kurang membaca Injil.

Jesus Revolution
Jesus Revolution
time.com

Boleh saja anda berpendapat bahwa penyebutan Yesus sebagai seorang revolusioner yang melawan ortodoksi dan konservatisme agama Yahudi adalah pandangan yang sesat. Namun, sangatlah aneh cara penyikapan anda yang menyatakan suatu pendapat bisa disebut sesat sekaligus ada benarnya. Ketidaktegasan semacam ini justru menunjukkan ketidakpanggahan (inkonsisten) yang lahir dari ketidakmantapan pemahaman.

Sebelumnya, berkali-kali anda menyatakan bahwa agama Katolik adalah satu-satunya agama yang benar karena didirikan oleh Yesus sendiri. Namun, kali ini anda menyatakan bahwa Yesus sebenarnya mempertahankan agama Yahudi. Atas kedua pernyataan yang bertolak belakang ini, saya tidak bisa menduga lain kecuali bahwa anda hanya hendak menentang pendapat yang saya ajukan.

Kedua pernyataan anda yang bertolak-belakang tersebut akan mengundang risiko yang sangat dilematis.

1. Jika Yesus mendirikan agama Katolik

Konsekuensinya, agama Yahudi tidak lebih dari sekedar buatan manusia. Sehingga patutlah dipertanyakan keilahian ajarannya, termasuk kitab sucinya yang sebagian digunakan oleh orang Kristen sebagai Perjanjian Lama.

Menurut Injil resmi (sebagaimana yang terdapat dalam Alkitab arusutama agama Kristen), Yesus beribadat di sinagoga dan menjalankan ritual-ritual keagamaan Yahudi. Bahkan, sampai matinya pun Dia diperlakukan secara Yahudi. (Bertepatan dengan masa Paska, ada baiknya jika anda cermati kisah dalam Injil perihal perempuan-perempuan yang mendatangi makam Yesus untuk meminyaki jenasah-Nya. Ini adalah ritual Yahudi pada masa Yesus.)

Selain itu, seturut sejarah gereja dan agama Kristen, kita tidak bisa menafikan fakta bahwa pada mulanya gerakan Yesus —yang di kemudian hari disebut Kristen, bukan Katolik!— bersumber dari agama Yahudi. Bahkan, tidak sedikit orang —bahkan hingga kini— yang beranggapan bahwa kekristenan perdana adalah sebuah sekte yang menyempal dari komunitas Esenne, sebuah sekte Yahudi. Jadi, agama Kristen bolehlah disebut sebagai cucunya agama Yahudi :-).

Penggunaan kitab suci Yahudi sebagai bagian pertama (Perjanjian Lama) dalam kitab suci Kristen pun merupakan fakta yang tidak terbantahkan perihal adanya kesinambungan antara agama Yahudi dengan agama Kristen. Juga, bahwa Allah yang disembah oleh orang Kristen adalah Allah Israel: Allah Abraham, Allah Yakub, Allah Ishak (yang oleh orang Yahudi dituliskan dengan tetragrammaton YHWH). Kecuali jika anda menjadi pengikut bidat Marcion yang menganggap Allah Perjanjian Lama (Allah Yahudi) berbeda dengan Allah Perjanjian Baru (Allah Kristen).

Begitu pula pengutipan ayat-ayat dalam kitab suci Yahudi dalam berbagai ucapan Yesus, surat-surat Paulus, surat-surat para rasul maupun surat-surat lainnya dalam Perjanjian Baru, serta tulisan-tulisan para Bapa Gereja, membuktikan bahwa mereka memandang kitab suci Yahudi tersebut sebagai firman Tuhan (berasal dari Tuhan).

Dengan demikian, cukup mustahil untuk membantah bahwa Yesus beragama Yahudi. Dan dengan merujuk pada pengakuan iman (kredo) Kristen bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, maka Tuhan pun ternyata beragama Yahudi :-).

Jika Allah memang merencanakan membuat agama Katolik, tiada gunanya Yesus berpayah-payah mencerahkan manusia mengenai penyelewengan yang dilakukan oleh lembaga dan pemuka agama Yahudi. Yesus yang saya kenal tidak mungkin melakukan tindakan sedangkal itu, yakni memburuk-burukkan satu pihak guna menarik orang menjadi pengikut aliran baru-Nya. (Kini apologetika negatif semacam ini kerap terjadi, yakni menjelek-jelekkan agama lain untuk menunjukkan kemuliaan agamanya sendiri, terutama antara Kristen dan Islam.)

Maka, pernyataan anda bahwa Yesus hendak mendirikan agama Katolik tidaklah mempunyai pijakan kokoh. Anda berdiri di atas lapisan es yang sangat tipis.

2. Jika Yesus mempertahankan agama Yahudi

Konsekuensinya, agama Katolik —yang bersumber pada agama Yahudi— adalah juga buatan manusia yang tidak ada bedanya dengan agama-agama lain yang anda kecam dan nyatakan sesat.

Apabila kita meyakini bahwa rencana keselamatan adalah sebuah rancangan yang sempurna dari Allah yang Mahakuasa, tentunya upaya Yesus untuk mempertahankan agama Yahudi tidak akan gagal. Tetapi, ternyata agama Yahudi tidak mampu berjaya. Dengan demikian, rencana Allah dan upaya Yesus adalah sebuah skenario gagal yang sangat pantas menjadi gugatan terhadap kemahakuasaan Tuhan. (Dalam sebuah posting, anda menyatakan bahwa agama Yahudi sudah musnah. Entah dari mana gagasan absurd ini berasal. Pertanyaan saya mengenai persoalan ini tidak anda tanggapi.)

Maka, pernyataan anda bahwa Yesus hendak mempertahankan agama Yahudi tidak mempunyai pijakan kokoh. Anda berdiri di atas lapisan es yang sangat tipis.

* * *

Kedatangan Yesus ke dunia ini bukan untuk berimprovisasi ataupun sekedar bereaksi terhadap penerimaan manusia (orang Yahudi). Dia menggenapi rencana keselamatan yang sudah dicanangkan Allah sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa (bdk. Kejadian 3:15). Sehingga, apa pun yang dilakukan oleh Yesus tidak akan melenceng dari skenario awal Allah yang sinambung.

Amat tiada gunanya Yesus mempertahankan agama Yahudi jika Dia hendak mendirikan gereja/agama Katolik. Dan sebaliknya, sungguh tiada manfaatnya Yesus mendirikan agama Katolik jika Dia hendak mempertahankan agama Yahudi. Kecuali jika kita beranggapan bahwa Yesus tidak punya pendirian alias plintat-plintut ataupun rancangan keselamatan Allah tidak didasarkan pada "perhitungan" yang matang sehingga harus menerapkan contingency plan.

Dilema seperti ini amat wajar terjadi pada orang-orang yang tidak bisa (atau tidak mau?) membedakan agama dengan ajaran/wahyu. Lembaga agama dipandang sama dengan wahyu Allah. Padahal, tidak satu kali pun Allah menyatakan hendak mendirikan agama. Dari ketiga agama samawi, hanya agama Islam yang meyakini bahwa Allah mendirikan dan menyempurnakan agama bagi manusia, sehingga umat Islam diwajibkan membela agama Allah tersebut (bdk. QS Al Maa'idah 5:3, Muhammad 7:7, Al Hajj 22:40, Al Hadiid 57:25).

Begitu juga dengan Yesus, tidak mempertahankan agama apapun kecuali kebenaran firman Allah yang sudah diwahyukan melalui para nabi sebelumnya. Kedatangan-Nya ke dunia adalah dalam rangka pemurnian sekaligus penggenapan wahyu keselamatan itu. Yesus mengembalikan makna pewahyuan Allah ke konsep awalnya, yakni janji kasih Allah yang tak bersyarat pada umat manusia, sekaligus menggenapi dalam bukti nyata dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Janji kasih inilah yang kemudian kita kenal sebagai karunia keselamatan.

Dalam rangka mengembalikan makna pewahyuan Allah ke konsep awal tersebut, Yesus menegaskan kekekalan hukum Taurat. Namun, pada saat yang sama, Dia menunggang-balikkan konsep-konsep "keagamaan" —sebagai lembaga dan seperangkat aturannya— yang dirumuskan berdasarkan pemahaman manusia.

Selain dekalog (10 perintah Allah) yang menurut Alkitab ditulis oleh jari Allah sendiri, tidak ada wahyu lain yang bisa dipandang sebagai pernyataan langsung dari Allah. Tidak jarang para nabi menyampaikan wahyu Allah sesuai konteks yang dihadapi umat pada saat itu. "Lubang" inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagian orang untuk memberikan penafsiran-penafsiran —yang di kemudian hari dibakukan sebagai doktrin (ajaran resmi)— demi kepentingan mereka sendiri. Terjadilah penyelewengan yang disahkan dalam nama Tuhan.

Untuk itu, Yesus mengoreksi tegas berbagai ajaran agama yang sudah lama dipegang oleh orang Yahudi. Beberapa di antaranya adalah:

  • Konsep keadilan yang menyatakan "nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, luka ganti luka, luka bakar ganti luka bakar, bengkak ganti bengkak" (bdk. Keluaran 21:23-25) dibalikkan-Nya menjadi "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (bdk. Matius 5:44, Lukas 6:27, 35).

  • Begitu pula dengan perceraian, yang semula diijinkan oleh Musa, kini ditolak-Nya sebagai ketegaran manusia yang tidak sesuai kehendak Allah (bdk. Matius 5:32, 19:9, Markus 10:12, Lukas 16:18).

  • Konsep kekudusan hubungan seksual yang semula lebih ditekankan pada soal perzinahan dengan istri orang, istri atau gundik ayahnya, menantu perempuan (bdk. Imamat 20:10-12) dikristalkan-Nya dengan memberikan makna yang sangat mendasar (radikal, esktrim, fundamental) melalui pernyataan, "Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." (bdk. Matius 5:28).

  • Konsep ritual pemujaan kepada Allah yang semula sangat dipentingkan sebagai jati diri agama dan bangsa Yahudi dipandang oleh Yesus tidak ada artinya jika tidak didahului oleh kasih dan rekonsiliasi dengan sesama manusia (bdk. Matius 5:23-24). Dan kepedulian kepada sesama manusia yang termarjinalkan merupakan pelayanan yang otentik terhadap Tuhan (bdk. Matius 25:40).

Membalikkan, meradikalkan, dan menisbikan berbagai konsep yang sudah ribuan tahun diyakini sebagai kebenaran agama bukanlah sebuah konservasi (pelestarian). Yesus mengajarkan semua itu bukan dengan pemakluman yang sifatnya bertahap (gradual) sebagaimana layaknya evolusi, melainkan harus dilakukan secara radikal, total, dan seketika. Itulah yang disebut sebagai revolusi. Dan dalam hal ini, Yesus berlaku sebagai seorang revolusioner.

Agaknya gambaran revolusi dalam paradigma anda cenderung menekankan tindak kekerasan fisik. Hal ini tampak dari cara anda memperbandingkan kemarahan Yesus di Bait Allah dengan revolusi yang dikobarkan Che Guevara atau Fidel Castro atau siapa pun yang mencanangkan perubahan cepat dengan cara-cara yang mengijinkan penggunaan kekerasan. Sehingga, pengertian revolusi dan revolusioner dalam persoalan ini lebih anda maknai sebagai aksi fisik terhadap lembaga (agama Yahudi, organisasi, pemerintah) maupun manusia (pedagang di Bait Allah).

Maaf jika saya katakan bahwa anda memberikan pemahaman yang keliru bahwa revolusi harus diasosiasikan dengan ideologi semacam anarkisme, komunisme, sosialisme. Walau sering, tidak selalu dan tidak musti keduanya berbarengan bak dua sisi sekeping mata uang.

Di sini anda melupakan konsep dasar dari revolusi itu sendiri, yakni proses perubahan paradigma (yang dalam maksud tulisan ini tidak terbatas pada pemikiran saja, melainkan juga keyakinan) secara besar-besaran yang melahirkan pernyataan sikap yang tegas terhadap sesuatu. Sedangkan cara-cara dalam menjalankan revolusi adalah hal lain yang tidak memiliki korelasi langsung dengan pengertian dasar revolusi itu sendiri.

Makanya, sebagai contoh, ketika kita bicara soal revolusi dalam bidang sastra, kita tidak akan membayangkan para sastrawan angkat senjata menggunakan kekerasan fisik dan menumpahkan darah sebagaimana revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Juga, Revolusi Industri tidak berarti perang fisik melawan sesuatu, melainkan perombakan luar biasa dalam tatanan industri. Bahkan Revolusi Bunga di Argentina sangatlah jauh dari citra perang (bagaimana pula caranya para ibu yang berdemo di Plaza de Mayo dengan membawa bunga ungu sebagai tanda duka atas penghilangan kerabat mereka oleh pemerintah bisa melawan peluru dan bayonet tentara?).

Itu yang saya maksudkan dengan Yesus adalah seorang revolusioner. Dia menegaskan sikap-Nya melawan penyelewengan yang dilakukan oleh lembaga dan pemuka agama Yahudi terhadap wahyu Allah dan iman manusia. Dia mengembalikan segala sesuatunya secara radikal, total, dan seketika ke hakikat dasar kehendak Allah, yakni kasih Allah yang menyelamatkan.

Tindakan semacam itu pulalah yang selalu dilakukan oleh para nabi, sehingga kita mengenal apa yang dinamakan "suara kenabian" yang tidak berkompromi terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan kebenaran.

Dalam hal-hal dan batas-batas tertentu saya memang mengagumi Che Guevara dan Nestor Paz. Begitu juga ketertarikan saya pada perjuangan Dom Romero, Paulo Freire, dan Gustavo Gutierrez. Mereka adalah manusia-manusia yang memiliki integritas melampaui berbagai pembenaran yang ditawarkan oleh lembaga apapun, termasuk agama. Melalui dialektika dan caranya masing-masing, mereka telah berhasil merumuskan sikap tegas tentang apa yang mereka anggap pantas dan harus diperjuangkan walau harus merisikokan nyawa.

Seperti Yesus sang revolusioner.

— Beth: Jum'at, 03 Desember 2004 06:37
[sedikit tambahan: Sabtu, 07 April 2007 03:58]

From: Rm. Santoso CM <pmsantoso@...>
Sent: Wednesday, 01 December 2004 21:56

AMDG

Romo Santoso CM ingin mengoreksi tentang Yesus sebagai revolusioner yang menghancurkan ortodoksi dan konservatisme. Ini merupakan pendapat sesat walaupun ada benarnya memang.

Sebenarnya Yesus mempertahankan agama Yahudi dan menolak penyelewengan dan dia juga mengubah apa yang harus diubah karena Dialah Tuhan Allah yang merupakan pusat dari Kerajaan Allah yang baru.

Yesus meneguhkan misalnya taatilah kepada mereka yang duduk dikursi Musa. Dia juga mempertahankan sepuluh perintah Allah, dia juga mempertahankan agama Yahudi bahwa orang harus taat kepada imam misalnya orang yang sembuh dari kusta harus menghadap imam di Bait Allah. Juga Dia tidak setitikpun hukum Taurat akan diubah kecuali untuk memenuhinya atau menyempurnakannya. Lihat matius 5:17 dst: janganlah kamu menyangka Aku datang untuk meniadakan torat melainkan untuk menggenapinya ...

Yng dilawan Yesus yaitu kebiasaan yang bikinan orang sendiri dan mengabaikan hukum Tuhan misalnya bersumpah demi altar tidak sah tetapi demi persembahan itu sah. Atau tidak mau menolong orang tua karena uangnya sudah dipersembahkan kebait Allah.

Dia menolak penafsiran yang keliru tentang hukum Sabat misalnya tidak boleh menyembuhkan pada hari Sabat padahal mereka menarik binatang yang masuk lubang pada hari Sabat. jadi Dia tidak menghapus Sabat tetapi penafsiran yang keliru mengenai larangan dalam hari Sabat. Dia juga mengatakan Dialah Tuhan (Pengatur) hari Sabat. Sabat tidak lenyap loh walaupun setelah Yesus bangkit hari kebangkitan lambat laun mengganti hari Sabat. Maka jelas juga Yesus menjaga = konservasi= memelihara hari sabat lo.

Ketika dia mengusir penjual uang dari bait Allah kelihatannya dia meman revolusioner dan anarkhis atau komunis , sosialis atau pengikut Che Guevera atau fidel castro atau apa saja yang bisa diasosiasikan. Tetapi maksudnya Dia itu para pemimpin bait Allah itu buta rohani wong Bait Allah itu suci kok diprofankan dengan memperbolehkan para pedagang itupun sering menipu dan sering ramai tawar menawar di dekat pintu Bait Allah jelas mengganggu suasana doa dan memprofanasikan kesucian Bait Allah tempat tinggal Allah disurga.

jadi Yesus memelihara (konservasi) kesucian Bait Allah bukan progresip anarkhis revolusioner apapun.TEtapi memang dia memaki, mengusir dan memecuti pedagang tersbut. Dan yang marah para pemimpin Bait Allah termasuk kaum Farisi yang termasuk barisan pemimpin yangkorup juga seperti para pejabat dan para pemimpin di Indonesia dan dimana saja.

Sekali lagi Dia tidak menghancurkan hirarki pemerintahan Bait Allah atau menganjurkan pemberontakan terhadap pemimpin agama yang buta dan korup itu tetapi Dia hanya memelihara (konservasi) kesucian bait Allah.

Demikian juga kalau Dia memakimaki kaumFarisi dia bukan mengajak orang untuk berontak dan menghancurkan para pemimpin diatas atau mengambil alih pemerintahan mereka tetapi sebaliknya. Buktinya Dia mengatakan TAATILAH MEREKA YANG MENDUDUKI KURSI MUSA TETAPI JANGAN MENIRU PERBUATAN MEREKA. maka kalau anda menyimpulkan bahwa Yesus itu revolusioner dan menghancurkan konservatisme dsb. Saya hanya bilang AStagafirulah.

Rupanya pemikiran anda terjadi karena terlalu suka membaca buku kamu progresip yang memang revolusioner. Dan janganjangan idolanya Che GUevera atau apasaja bisa disebutkan dan kurang membaca Injil sendiri.

Sorry agak ad hominem. Maaf sebelumnya semoga jelas dan tidak timbul polemik yang berkepanjangan. Sekian . MGBU.

NB. Yesus memang juga memperbaiki praktek dan ajaran orang Yahudi misalnya perlunya sikap tanpa pamrih, doanya pakai Bapa kami dsb. Dalam hal ini Yesus menambah atau menyempurnakan tetapi bukan merombak melulu lho. TEtapi memang ada yang dibuang karena sudah kaduluwarsa atau sudah expired.

0 tanggapan:

# catatan kaki