Sacrament Church saintpetersbasilica.org |
Perihal konsep gereja sebagai sakramen yang melampaui pengertian material/fisikal, timbullah pertanyaan, seberapa banyak dari kita yang mengenal pengatribusian semacam itu? Lebih jauh lagi, sampai seberapa jauh kita menghayati makna dan konsekuensi dari sakramen itu sendiri?
Sangat boleh jadi saya keliru ketika mensinyalir bahwa pemahaman gereja sebagai sakramen adalah pengertian yang kurang begitu terasa gemanya di kalangan umat Katolik sendiri maupun masyarakat luas, sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa gereja tidak memiliki makna yang melampaui konsep sebagai bangunan rumah ibadah ataupun lembaga keagamaan berikut perangkat-perangkat pengaturannya (doktrin, ritual, dan sebagainya) per se.
Atau, bisa jadi juga bahwa saya sendirilah yang sebenarnya masih belum mengerti atau bahkan salah mengartikan makna gereja sebagai sakramen :-(. Untuk itu, kiranya tulisan ini dapat dipandang sebagai paparan ringkas mengenai pemahaman saya mengenai hal itu.
Secara etimologis, kata gereja berasal dari kata Portugis igreja yang diturunkan dari kata Yunani ekklesia. Kata Yunani ini bermakna kumpulan, pertemuan, rapat. Dan sehubungan dengan kekhususannya, kumpulan tersebut kerap disebut sebagai jemaat, umat (lengkapnya adalah umat yang dipanggil dan diutus Tuhan). Dalam hal ini, umat Allah bersekutu dalam perkumpulan (communio) khusus tersebut untuk membangun dan memperkuat imannya melalui berbagai prosesi ritual yang melambangkan rahmat Allah kepada manusia.
Selain makna yang mengacu pada pengertian etimologis di atas, ada juga makna lain yang dikandung dalam kata gereja sebagai sebuah pengungkapan dan perwujudan iman tersebut; misalnya Tubuh Kristus, misteri dan sakramen, persekutuan para kudus.
Dokumen Konsili Vatikan (KV) II menyatakan bahwa:
Gereja adalah dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.
Lumen Gentium 1
Dokumen ini sekaligus memperbaiki konsep gereja sebagai lembaga dan organisasi yang didirikan oleh Yesus sendiri sebagaimana dinyatakan dalam KV I maupun ensiklik Paus Pius XII pada tahun 1943 yang berjudul Mystici Corporis.
Dari berbagai konsep spiritual tersebut, pernyataan gereja sebagai sakramen merupakan pengertian yang paling hakiki sekaligus kompleks.
Menurut pengertian yang diberikan oleh Agustinus dan yang masih dipegang hingga kini oleh kalangan arusutama Katolik maupun Protestan, sakramen adalah rahmat yang tak kelihatan dalam bentuk yang kelihatan. Dalam definisi yang lain, sakramen disebut sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, melaksanakan, atau menyampaikan keselamatan Allah, yang dalam gereja dipandang sebagai basis penting jati diri dan pengungkapan iman umat.
Sesuai dengan prinsip ex opere operatio bahwa kerja (daya guna) sakramen itu semata-mata melalui kebaikan dari tindakan penyelenggaraan sakramen itu sendiri, dapatlah disimpulkan bahwa seluruh unsur kasat mata dalam pelaksanaan sakramen tidak menjadi sumber maupun penentu kebaikan/keburukan yang terjadi sebelum, pada saat, maupun setelah proses sakramen. Dengan begitu, kekurangsempurnaan imam yang melayankan, ketidaklayakan (dosa) orang yang menerima, maupun benda-benda sakramentali serta simbol-simbol ritualnya bukanlah faktor signifikan yang mempengaruhi curahan rahmat Allah yang dilangsungkan dalam kerja-kerja Roh Kudus.
Dengan demikian, sakramen pada dirinya sendiri bukan berarti keselamatan, melainkan sarana yang dengannya rahasia penyelamatan Allah disampaikan kepada manusia. Begitu pula halnya dengan gereja sebagai sakramen, tidak dapat dipandang sebagai sumber, penentu, maupun keselamatan itu sendiri. Berkali-kali Alkitab menyatakan bahwa Allah sendirilah juruselamat sekaligus keselamatan itu. Sehingga, Allah Bapa itulah yang sesungguhnya sedang kita muliakan dan dekati melalui sakramen yang dilangsungkan di gereja.
Dari 7 sakramen yang ada di Gereja Katolik, sakramen ekaristi dipandang sebagai dasar maupun induk yang melingkupi semua sakramen lainnya. Sayangnya, ibadah pelayanan sakramen ini seringkali dengan mudahnya disebut misa, yang dianggap setara dengan istilah "kebaktian" pada umat Protestan. Padahal kata ini berasal dari perintah pengutusan yang disampaikan pada penutup ibadah. Ite missa est. Maka pergilah, keluarlah. Makna yang terkandung di dalam kata tersebut sangatlah dalam. Kita diperintahkan untuk keluar dari gereja dan masuk ke dunia (bdk. Matius 28:19-20).
Maka, gereja sebagai sebuah sakramen bukanlah proses menerima curahan rahmat Allah belaka, melainkan juga perintah untuk mewujudnyatakan karunia tersebut kepada semua orang dan lingkungannya. Sakramen menuntut pengejawantahan yang tidak melulu berada di tataran ritual-spiritual belaka. Kita harus keluar, pergi ke dalam dunia, untuk membagi-bagikan karunia tersebut agar semua orang bisa "menikmatinya" (untuk tidak memperluas perdebatan, saya tidak menggunakan kata "diselamatkan").
Oleh sebab itu, memandang gereja sebagai sebuah sakramen mengandung konsekuensi yang amat luas, yang bukan melulu terpaku pada simbol dan ritual. Di dalamnya ada karya Roh Kudus serta kerja-kerja iman manusia selaku mitra Allah dalam mewujudkan Kerajaan Allah.
Itulah yang saya maknakan dari gereja sebagai sakramen saat membaca dokumen-dokumen KV II dan Alkitab, khususnya Injil.
Kembali ke diskusi kita semula, bukan gereja sebagai sakramen [sebagaimana yang saya pahami di atas] yang mengundang risiko terjadinya pemberhalaan terhadap gereja, melainkan dari sisi beralihnya fokus keselamatan dari Tuhan kepada gereja. Sorotan ini saya kemukakan berdasarkan masih adanya pendapat yang menyatakan bahwa hanya di dalam dan melalui gerejalah kita bisa memperoleh keselamatan (extra ecclesiam nulla salus est), yang sesungguhnya sudah "diralat" oleh KV II. Dan menjadi lebih parah lagi ketika menyatakan bahwa gereja adalah sumber maupun keselamatan itu sendiri.
Mengacu pada pengertian awal gereja sebagai persekutuan umat yang dipanggil [dan diutus] Allah, saya berpendapat bahwa gereja adalah ujud yang kelihatan (materialisasi) dari persekutuan orang-orang kudus (communio sanctorum) yang tidak kelihatan. Dalam hal ini, bahkan bangunan maupun organisasinya, tidak akan mengurangi ataupun menambah curahan rahmat/karunia kasih Allah. Sehingga, hancurnya bangunan, bubarnya organisasi, maupun berubahnya ritual tidak akan menyebabkan terganggunya iman kita kepada Allah Bapa.
Semua ini bukan berarti saya menganggap gereja sebagai rumah ibadah dan organisasi berikut seluruh perangkatnya tidak bermakna sama sekali. Hanya saja, saya menolak untuk menempatkan semua itu sebagai sumber dan penentu keselamatan saya. Itulah yang saya maksudkan sebagai pemberhalaan gereja.
Seperti dikatakan sebuah pepatah, per Mariam ad Iesu, per Iesu ad Patrem (melalui Maria kita sampai pada Yesus, melalui Yesus kita sampai pada Bapa), maka Allah Bapalah yang sesungguhnya sedang dituju oleh gereja (baca: umat Allah), bukan gereja itu sendiri. Dan, berkaitan dengan ajaran Katolik mengenai Maria sebagai Bunda Gereja, kiranya pepatah tersebut dapat juga dibaca sebagai per ecclesiam ad Iesu, per Iesu ad Patrem.
Dengan sepenuh hati saya mohon agar tidak dianggap sedang mengajari anda yang [sudah ketahuan] adalah seorang pastor :-). Saya hanya menyikapi forum diskusi ini sebagai media berbagi, termasuk mempersaksikan apa yang saya pahami dan yakini, dengan semua orang. Dan berharap semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
Beth: Senin, 29 Nopember 2004 02:28
From: Cheendoel <scjap@...>
Sent: Friday, 26 November 2004 11:12
Pak Alof yang budiman;
Terima kasih banyak atas tulisannya yang bagus. Saya pun juga setuju dengan apa yang pak alof tulisankan. Kalau agama hanya mementingkan dan mengagungkan lembaga semata, maka kemungkinan kehilangan 'inti pokok' ajarannya menjadi sangat mungkin. Dan memang betul, itulah alasan utama mengapa Jesus selalu bersikap keras dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli taurat yang de fakto adalam para pengajar dan pemegang kendali agama sebagai lembaga.
Pada dasarnya saya setujud dengan pernyataan pak alof yang saya kutipkan diatas, hanya ada sedikit yang mengajel di hati saya berkaitan dengan pernyataan ini "Jika yang tejadi demikian, maaf jika saya agak keras berkata bahwa kita sudah memberhalakan Gereja berikut perangkat-perangkat kelembagaannya". Dalam kaitan dengan kalimat ini, bagaimana kita membahami ajaran gereja yang mengatakan bahwa 'Gereja adalah sakramen keselamatan bagi dunia..? Bukankah dengan pernyataan Gereja sebagai sakramen bagi dunia' ada semacam kecenderungan paham 'memberhalakan Gereja'. Dalam arti apa memberhalakan itu bisa dimengerti. Terima kasih banyak atas tanggapannya. Maklum masih belajar menulis.
salam
cheendoel.
----- Original Message -----
From: Petrus Sila <petrus_sila@...>
Sent: Friday, 26 November 2004 12:28
Keliatannya diskusinya makin seru yah... :-)
Cuman mau sedikit nambahkan ajaran dari Rasul Paulus :
Efesus 3:10-11 "supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah
kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi,
yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."
Entah kenapa, kayaknya enaknya kita kutip versi Inggrisnya :-)
Ephesians 3:10-11 "To the intent that now unto the principalities and powers in
heavenly places might be known by the church the manifold wisdom of God, according to the
eternal purpose which he purposed in Christ Jesus our Lord."
Mohon maaf kalau aku mencoba untuk memberikan tanggapan. Kaget juga sampai-sampai muncul istilah memberhalakan gereja (??). Bahkan St. Paulus menyadari buah karya Yesus ini yang ditampilkan dalam Gereja merupakan misteri iman kita, yang kita ungkapkan dalam Syahadat Iman kita. Aku percaya akan gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik? Kok jadi ragu ketika muncul pernyataan ada keselamatan ada di dalam gereja? Bagi saya itu pasti, kenapa? Karena Gereja merupakan misteri iman kita, merupakan Tubuh Mistik Yesus Kristus sendiri, di dalam Gerejalah Yesus menampilkan misteri keselamatanNYA. Terus? Memberhalakan gereja??
Maaf....komentar saya jika terlalu berlebihan.